Darul Manthiq - Bening Hati Cemerlang Akal Di Sini dan Di Sana

TILIKAN GHAIB TENTANG SISI MANUSIAWI MANUSIA TUHAN

Selasa, 14 Februari 2012

Tampilan manusia manakala diamati secara seksama, maka yang tertangkap sebagian terbesar berupa cahaya ketuhanan dibanding bercakan kilauan secercah cahaya alam, demikian juga diri manusianya itu sendiri. Sisi yang tak tertangkap daya jangkau mata yang kasat lebih banyak. Tampaknya manusia itu justru ghaib, bahkan lebih ghaib ketimbang yang ghaib. Karena hingga hari ini, bahkan ke depan manusia masih misteri. Bahkan yang mengakui manusia kebanyakan tidak mengetahui siapa manusia itu?

Yang mula tertangkap adalah badan. Badan tertangkap itu merupakan korper (bagian penutup). Badan ini di samping penutup juga menutupi sisi hakiki dari diri manusia. Ia bagaikan kedok atau topeng, yang pada saat saat tertentu menipu, namun pada saat tertentu pula perlu. Kedok inilah di samping berganti ganti juga sering menjadi yang hakiki; dan yang hakiki itu sendiri melenyap alatan tertindih oleh yang dianggap hakiki tadi. Di sini kelihatan ada badan yang mengelak. Badan ini sering disebut Leib.

Leib sebenarnya yang pandai berperan dan pembuat serta pengendali peran. Peran yang diigeulkan (diperankan)  tentu perlu perantara atau alat. Alat berperan itulah badan korper. Badan Korper yang dialati oleh Leib ini berposisi kedok yang menjadi cangkang (wadah yang memperpanjang) Leib. Jadi tampilan yang tertangkap berupa kedok itu mengada bukan berada. Sedangkan "mengada" terbatas bahkan harus pada batas batas; sedangkan yang terbatas dan dalam batas batas adalah tidak ada. Untuk itu, Badan Korper tidak ada. Adapun kelihatan itu adalah jebakan belaka. Penjebaknya adalah Leib. Jadi, yang ada adalah Leib. Dengan demikian inti tampilan manusia adalah jutru yang tidak tampil ke permukaan, tetapi yang ada di belangkang tampilan itu, yaitu Leib.

Leib adalah semacam daya hidup yang berkemungkinan menyebar ke berbagai arah. Karena itu, Dunia, yakni pendapat yang berpusat dari akal menjadi daya arah intensionalitas (kemengarahan) Leib. Leib yang terarahi oleh daya intensionalitas akal, yaitu Dunia (aqidah, pendapat, atau pandangan), menjadi bekerja secara fungsional. Kerja fungsional ialah berbuat selaras dengan dan ditujukan kepada tujuan. Dengan demikian, dunialah yang mengatur dan mengarahkan Badan, baik Badan Korper maupun Badan Leib. Sehingga jungtrungan (jelmaan) manusia itu adalah Dunianya atau pendapatnya, bukan sekedar badannya. Dan karena itu pula, yang berada dan mengada adalah Dunia.

Dunia yang turut tampil dan menampilkan dirinya pada dan lewat badan itu, bersifat keterpengaruhan oleh dirinya sendiri dan juga di luar dirinya, sehingga Dunia itu terbelenggu oleh ruang dan waktu sekaligus mampu menata ruang dan waktu itu. Bila Dunia meruang dan mewaktu, maka Dunia terkenai tema Historisitas. Tema Historisitas inilah yang mengendalikan Dunia, yang tak jarang Dunia itu adalah historistas itu sendiri. Tak ada dunia yang kosong tema historisitas. Dunia (pendapat, pemikiran, pandangan) atak lepas dan tak dapat melepaskan tema historisitas; segala dunia berada dan mengada dalam jiwa zamannya.

Jiwa tersebut bersifat individualitas. Jiwa secara singularitas sangat erat dengan dirinya sendiri sekaligus dengan dirinya sendiri yang ngateung (laten membentang berkaitan erat dengan) sang Pencipata, yaitu Tuhan. Daya laten berdialog dengan Tuhan ini, mengakibatkan jiwa tadi bersisi komunitas dan partikularitas, sehingga tak adalah manusia yang tidak berkomunikasi baik secara vertikal maupun horizontal. Namun jiwa tauhid menandaskan semua komunikasi itu pada pangkal, proses, dan penghujungnya adalah vertikal, yaitu pertautan tali dengan Allah Swt Awj.

Dengan demikian, tampilan manusia adalah wadah sebagai tempat ekspresi Diri Allah Swt Awj. Jadi yang ada adalah Allah Swt Awj. Di luarnya hanyalah wadah yang bersifat sementara dan selama perlu dan diperlukan, butuh atau dibutuhkan. Wa 'l-Llahu bi 'l-Shawwab.


Related Post

0 komentar:

Posting Komentar